Tampilkan postingan dengan label Sahabat. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Sahabat. Tampilkan semua postingan

Selasa, 26 Mei 2015

Untukmu, Mantan Sahabatku...

Untukmu, Mantan Sahabatku...

 

Halo, kamu yang pernah mewarnai hari-hariku dengan canda yang hanya bisa dimengerti kita berdua. Bagaimana kabarmu, cukup baikkah walau kamu tak lagi pernah menegurku atau sebaliknya?

Memang telah lama kita tak bersua. Kita berpisah jalan dan mencari sahabat pengganti. Surat terbuka yang akan kutulis ini bukan karena aku masih menyimpan kenangan dan mencoba mengungkit masalah yang telah lalu. Aku menuliskannya kembali hanya untuk menyapa, caraku melatih legawa dan berbesar hati. Bagaimanapun, kita pernah dekat bersama, dan dari situ aku mendapat banyak pelajaran berharga.


Walau penampilan luar kita berbeda, isi kepala kita serupa. Aku tak pernah menemukan teman lain yang bisa membuatku begitu terbuka


Persahabatan kita memang hanya berawal dari teman satu kelas. Dari mulai perbincangan seadanya yang tak jauh-jauh dari mata kuliah serta kerapnya menyelesaikan tugas bersama, kita nyaman bersama. Tak pernah aku “menargetkan” ingin jadi dekat denganmu, atau yang semacamnya.

Kamu merupakan tipe gadis yang sangat gemulai dan pandai merias diri. Kamu tak pernah lupa selalu tampil mempesona dan mengikuti gaya berbusana masa kini. Warna pakaianmu juga didominasi warna-warna feminin dengan bentuk yang manis dan lucu. Tak lupa gincu, bedak, dan kawan-kawannya selalu memiliki porsi penting bagi harimu.

Berbeda halnya denganku. Aku cuek dan hanya berpikiran simple style setiap hari. Bahkan, warna kaosku juga itu-itu saja, tak jauh dari warna karakterku pink, biru, kuning dan merah. Boro-boro menaburkan bedak wajah, berlipstik saja aku hampir tidak pernah.

Perbedaan penampilan kita memang besar, jadi siapa yang menyangka bahwa isi kepala kita hampir sama? Apapun bahan obrolannya, aku dan kamu mampu menciptakan alur yang sempurna hingga kita tak pernah mati bosan karena kehabisan bahan. Baru kusadari, dari situlah persahabatan kita berawal.

 

Perbincangan kita pun tak ada habisnya. Kita selalu berbagi cerita di sela kuliah dan waktu senggang lainnya

 

Saat bersamamu, aku selalu merasa nyaman. Kita sering bermain bersama di kamar kost ku dan terkadang pun kita nonton bioskop berdua saja. Obrolan kita juga terasa tidak ada ujungnya, selalu saja ada topik baru yang akan kita perbincangkan. Mulai hanya sekedar pelajaran, menggunjingkan dosen hingga para manusia yang mondar-mandir di layar kaca, akhirnya kita menyadari bahwa kita memiliki selera musik dan tontonan yang sama. Ah, tahukah kamu? Rasa-rasanya aku menemukan kembali saudara perempuanku yang hilang.

Kita selalu bisa menertawakan apa saja. Dari kelas, koridor, kantin kampus, hingga kamar kos adalah saksi bagaimana kita menertawakan dunia. Bagaimana sudut pandang kita selalu seragam dan hampir sama. Bagaimana kita selalu merasa gembira dan sesekali jumawa, merasa bahwa kita memiliki sahabat sempurna dan terbaik di dunia.

Bahkan aku tak pernah lupa, saat kita sedang berada keramaian dan menemukan hal yang lucu. Kita hanya cukup saling melemparkan pandangan kemudian kita akan mulai tertawa bersama. Tidak ada sepatah kata yang terucap, namun aku paham maksudmu dan kamu juga mampu membaca pikiranku.

Kita memang hampir tak pernah bertengkar, tapi sekali kita bertengkar, persahabatan kita tak pernah sama seperti awal mula. Ya, kita keliru. Di dunia ini memang tak ada yang sempurna, begitu pula persahabatan yang kita pikir akan bertahan hingga kita tua. Ternyata hari-hari yang kita lalui bersama hanya bertahan sekejap saja.



Hingga suatu hari, saat kamu dan aku sudah berbeda kelas dan jam perkuliahan karena aku ambil mata kuliah ke atas sedangkan kamu masih mengejar perkuliahan yang tertinggal akhirnya kau pun pilih meninggalkanku, tak mempedulikan kawanmu satu ini lagi..

 


Aku sudah lupa tanggal dan bulan ketika kita memutuskan untuk tak lagi menjadi sahabat dekat. Saat itu kamu sedang diserang melankolia karena jalinan asmara dengan kekasihmu sedang tidak baik. Dikarenakan orangtuamu tidak menyetujui hubunganmu dengan kekasihmu yang notabene akulah yang memperkenalkannya padamu. Aku cukup sedih ketika mendengan bahwa orangtuamu mengatakan bahwa aku justru malah membuat pengaruh buruk padamu. Aku pikir justru aku tidak pernah memberikan masukan ataupun pengaruh buruh kepada siapapun yang menjadi temanku termasuk sahabatku sendiri. Ku pikir kau akan dewasa menanggapi hubungan retak kita ini. Namun, sosokmu justru semakin hilang dari pandanganku. Hingga suatu saat kudengar bahwa kau akan menjalani tingkat hubungan yang lebih serius lagi dengan orang yang pernah kukenalkan padamu. Aku tidak tahu harus merasa sedih atau senang. Disatu sisi aku senang ketika mendengarkan kamu sedang berbahagia dengan kekasihmu tapi di sisi lain aku sungguh sangat sedih bercampur kecewa karena persahabatan kita yang sudah (mungkin) berakhir. 

Sering kali kucoba untuk menjalin hubungan baik lagi denganmu dengan mengajakmu hangout bareng dan mengenang masa-masa persahabatan kita dahulu kala masih semester 3 masa kuliah dulu. Kau mengaku sedang dilanda kesibukan. Hingga petang pun tetap tak kutemui kata-kata untuk mengajakku kembali. Tiba-tiba teringat dengan waktu aku menantimu di salah satu Plaza di kota Medan ini selalu tidak sesuai dengan jadwal yang sudah kita sepakati bersama. Yah, aku lebih sering sabar menantimu berjam-jam lebih untuk bisa berjalan bersamamu. Dan lagi-lagi aku berusaha memakluminya. Kini, aku merindukan masa-masa waktu ngaretmu itu yang memang endingnya kita akhiri dengan tawa bahagia karena sudah bercerita dan menikmati waktu kebersamaan kita. Yah, hal itu tidak pernah ada lagi ketika peristiwa yang telah membuat hubungan kita renggang.

Sampai pada saat aku wisuda pun wajahmu tak pernah terlihatku lagi. Aku tidak tahu kenapa, tapi sejujurnya aku sangat ingin kamu bisa hadir di acara wisudaku dan berfoto bersamaku. Setelah sekian lama, kucoba mencari tahu tentang dirimu dari teman-teman kita yang lain. Aku selalu berusaha ingin mengetahui perkembangan kabarmu disana. Sampai pada tahun 2014 pun aku masih mencoba mencari tahu kabarmu, menghubungi via FB Chat tapi kamu sering mengabaikannya. Memang kudengar dari teman-teman bahwa dirimu sampai saat ini pun belum wisuda karena sering absen dan terlambat. Yah, masih sangat kuingat kebiasaamu yang selalu aku cereweti sampai kupingmu pun mungkin terasa panas karena bosan, tapi yakinlah itu semua kulakukan karena aku sangat menyayangimu lebih dari teman biasaku. Ya, sampai saat inipun aku masih merasakan memori-memori persahabatan kita. Apakah karena kamu malu denganku, sehingga dirimu tidak mau merespon pesanku juga invite-an PIN BBM ku? 

Tapi tidak apa, yang pasti aku senang ketika kuperhatikan dari jauh kau tetap ceria seperti biasanya. Dan sekarang, kau dan aku sudah memilih menghabiskan waktu dengan teman-teman yang lain daripada ada di sampingku.

.
Mungkin sebenarnya hanya akulah yang menganggapmu teman dekat, sedangkan kamu tidak.

Tidak ada penyesalan dan dendam di sana, aku bahkan berterimakasih pada Tuhan karena telah membuka mataku akan arti sahabat yang sesungguhnya


Aku memang memaafkanmu hari itu, namun kemudian hubungan kita tak pernah sama lagi setelahnya. Kamupun tidak pernah ada niat untuk berusaha memperbaiki hubungan. Di saat aku diam karena masih merasa sakit, kaupun hanya berpasrah dan tidak ada keinginan untuk membuat hubungan kita kembali sempurna. Di hari itu aku memahami bahwa persahabatan kita memang sudah berbeda jalan. Mungkin definisi dari sahabat menurut pemahaman kita sangat jauh berbeda.

Aku memang bukan tipe seseorang yang bisa dengan mudah melupakan atau bahkan meninggalkan begitu saja sahabat yang pernah mengisi hari-hariku. Oleh karena itu, kita memang tetap berkawan setelah hari itu, namun tentu saja hubungan kita tak pernah sedekat sebelumnya. Mungkin dulu aku menyematkan sahabat padamu, namun sekarang sekadar kawan saja kurasa sudah cukup.

Terima kasih untukmu, yang telah membuatku mengerti apa arti sahabat yang sebenarnya.

Dariku,
yang dulu pernah menganggapmu sahabat terbaikku

Sabtu, 13 Juli 2013

Hartaku adalah Teman dan Sahabatku

Awal pertama ku menginjak kota Jakarta, terasa sumpek dan sangat tidak betah. 
Masa-masa Sekolah Dasarku tingkat 4 dan 5 masih datar-datar aja, tidak ada yang spesial. Hanya saja aku senang dengan guru-guru disana cukup perhatian samaku, mungkin karna aku pendatang baru dari sumatera kali yah..aku juga bingung sih, tapi yang pasti aku cukup dikenal disekolah khususnya di kelasku karena cuma aku yang suku batak. Hehe.. (bangga donk)

Aku memang anak sekolah pindahan dari Sumatera Utara tepatnya Pematangsiantar. Aku dan keluargaku pindah karena tuntutan pindah tugas dari pekerjaan Ayah.
Teman-teman baruku masih sangat terasa asing bagiku. Apalagi mereka berlogat loe-gue, hhmmm..agak risih mendengarnya. Dan aku rasa mereka pun risih mendengar logatku yang kebatak-batakan.

Setamat dari SD Negeri 03, Jakarta Selatan aku lanjut sekolah di SLTP Negeri 240. Disana juga banyak hal yang kudapat.
Banyak juga teman 1 SD yang melanjut ke Sekolah DomPu, siswa-siswa biasa sebut nama sekolah seperti itu supaya singkat. Teman pertamaku di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertamaku adalah Soraya karena dia salah satu teman sekelasku waktu di SD Negeri 03. Soraya, orangnya pendiem banget. Tapi aku senang bisa berkenalan dengan dia karena dia seorang yang tidak fanatik dengan yang berbeda keyakinan dengannya. Kemudian, Desi..aku kenal desi dari soraya yang juga ikut ekstrakulikuler menari. Dari ekstrakulikuler ini aku semakin mendapat banyak teman. Aku suka dan senang ikut dalam ekskul ini karena banyak pengetahuan tentang cara menari tradisional maupun modern. Dari ekskul inilah aku juga semakin banyak memiliki teman. Selain itu aku juga berkenalan dengan teman-temanku yang seiman di Kelas Les Agama Kriste Protestan dan Katholik. Awalnya sih kelasnya di pisah tapi karena guru Agama Kristen Protestan sedang cuti hamil jadi kelas kami disatukan. Di kelas Agama, aku berkenalan dengan Yongki. Aku senang berkenalan dengannya dan pernyataan dia juga senang berkenalan denganku. Katanya, dia suka gayaku bernyanyi dan membawa pembukaan kelas agama. Yongki awalnya beragama khonguchu, aku tidak tahu kenapa tapi dari cerita dia dia terpaksa pindah agama karena khonguchu belum diakui di pemerintahan kita ini. Jadi, dia memilih untuk pindah ke agama muslim. Yongki memang sudah menganut agama muslim tapi dia belum dan tidak mengerti ajaran-ajaran didalamnya sehingga dia pun tidak pernah ikut sholat dan segala bentuk ibadah agama muslim. Dan karena dia tidak bisa melakukan hal itu secara rutin, Yongki memilih untuk pindah agama lagi menjadi Kristen. Hal itu membuatku kaget, karena seakan-akan dia membuat agama itu hanya sebagai formalitas saja sehingga sesuka hati untuk berpindah-pindah agama. Tapi disitu, aku bilang ke dia kalau yang dia lakukan itu adalah salah dan sangat tidak boleh sebenarnya. Sejak menjadi Kristen pun dia hanya sekali-sekali saja pergi ke gereja, katanya kalau lagi pengen yah ke gereja kalau enggak dengerin kotbah di radio aja. Wahh,,bahay nih anak, pikirku. Sejak saat itu , aku mulai rajin untuk mengajak dia ikut kebaktian pra remaja di Gerejaku GKI PAnglima Polim, Jakarta Selatan.
Dia bilang, dia merasa senang ada yang mendukungnya dan rajin mengajaknya ke Gereja. Jadi, sejak itu kami selalu sama pergi ke gereja sampai kami tamat sekolah.

Ada lagi temanku, namanya Felicia Sihombing. Dia memang suku batak tapi dia kelahiran Jakarta jadi mukanya juga muka orang jawa, gak kelihatan muka bataknya. Aku juga senang bisa berkenalan dengan Felicia, dia sangat ramah dan rendah hati. Selama sekolah, aku sering main ke rumah Felis, begitu juga sebaliknya. Terkadang aku juga mau mengajaknya gereja bareng bertiga dengan Yongki. Tapi itu hanya beberapa kali saja karena dia juga ada ikut muda-mudi di Gerejanya.
Satu lagi temanku, namanya Griselda. Griselda adalah suku ambon. Wauw, keren juga yah punya teman dari berbagai suku. hehe,,
Griselda masuk di bagian kelas Agama Katholik, dia anak dari salah satu guru di sekolah itu. Anaknya rada sombong. Gak tau deh apa yang disombongkan, mungkin karena Bokapnya guru disitu kali yah. Tapi walaupun begitu, aku tetap berusaha ramah sama dia.

Seiring berjalannya proses belajar-mengajar, hal yang paling aku sukai adalah ekskul menari ini. Pernah sekali waktu aku dan beberapa teman sekelas yang juga 1 tim dalam perlombaan menari antar kelas di acara PORSENI (Pekan Olahraga dan Seni), kami janjian bolos berjama'ah. hehe,,demi memenangkan perlombaan ini. Dan memang hasil dari bolos sekolah kami ini juga tidak sia-sia, karena ternyat kamilah pemenang utamanya. Wah, luar biasa senangnya khususnya aku juga sangat senang karena aku salah satu fokus dari penari cheerleaders, aku jadi ujung dari formasi piramid tarian kami. Beruntung juga memang yang berbadan mungil dan ringan ini yah. hehe,,

Aku sangat menikmati segala perjalanan hidupku selama sekolah dan prinsipku pada masa itu carilah teman sebanyak mungkin dan jangan sampai ada 1 pun dari mereka menjadi musuhmu...sampai sekarang aku masih menerapkan hal itu. Dalam hal berteman, aku berusaha untuk selalu menjaga perasaan teman-temanku. Terkadang aku rela, membujuk atau malah meminta maaf duluan kalau ada teman yang kecewa atau sinis sama aku, walaupun jelas-jelas dia lah yang bersalah. Yah,,terkadang memang makan hati sih, tapi ya itulah aku.. Hal itu juga mengajariku untuk menjadi seorang penyabar.


(ceritanya belum selesai, tungguin kelanjutannya ya..soalnya udah ngantuk nih)
hehe,,