Minggu, 03 April 2011

Jangan Menikah Sebelum 10 Hal Ini Kamu Persiapkan



Kisah cinta Tak Bisa Dimakan, Jangan Menikah Sebelum 10 Hal Ini Kamu Persiapkan
\


Usia yang makin dewasa membawa banyak konsekuensi di baliknya. Harus mulai bertanggung jawab pada kehidupan diri sendiri, lebih bisa diandalkan oleh orang-orang terdekat, sampai hal yang lazim dianggap sebagai penanda kedewasaan di Indonesia: menikah dan membangun keluarga.
Seiring usiamu yang semakin bertambah dewasa, dorongan untuk menikah bisa datang dari mana saja. Orang terdekat kerap dengan ringan mengatakan,
“Kamu sudah bekerja, sudah berpenghasilan, lalu tunggu apa? Menikah saja!”
Akhirnya, kamu yang awalnya belum tergerak untuk menikah pun merasa harus segera mengambil langkah. Ribut cari calon, ribet mempersiapkan pesta perhelatan, hingga merepotkan kawan dan kerabat seperjuangan. Padahal pernikahan bukan lomba lari yang kemenangannya dihitung berdasarkan waktu tercepat sampai di garis finish.
Sebab pernikahan lebih dari sekadar pesta sebagai ratu dan raja dalam semalam di artikel ini Hipwee ingin sedikit mengajakmu berpikir. Dengan keyakinan menikah yang sudah menggebu macam itu, cukup siapkah dirimu?


1. Megahnya pesta resepsi hanya bertahan semalam saja. Pertanyaan setelahnya: cukupkah uang simpananmu untuk membayar semua tagihan rumah tangga?


Sudah cukup matangkah dengan persoalan materi? 

“Belum punya penghasilan tetap, karena menikah bukan hanya soal cinta sama perasaan aja, tetapi harus didukung dengan kesiapan materi supaya bisa diterima baik sama camer dan bisa mempercayakan anaknya kepadaku :)”
Husein, 22, Bandung

Kamu memang tak perlu khawatir berlebihan soal uang. Kamu tak perlu terlalu cemas dengan bagaimana nanti soal uang belanja bulanan, uang persalinan, uang susu, uang cicilan rumah atau mobil. Kata orang, rejeki akan selalu datang, bahkan berlipat ganda setelah menikah nanti. Tapi, bukan berarti kamu jadi asal nekat saja.
Jika kamu saat ini saja belum punya penghasilan yang mumpuni, pekerjaan masih belum tetap, penghasilan yang tak menentu, apakah kamu yakin sanggup mengarungi biduk rumah tangga tanpa adanya uang yang cukup? Jangankan untuk menikah, orangtua pacarmu pun akan ragu memberimu restu untuk menikah.
Jangan memaksakan diri untuk menikah jika kamu memang belum cukup yakin dengan kesiapan materimu. Kamu perlu menyiapkan dan memikirkannya baik-baik. Jangan salah, banyak permasalah rumah tangga yang muncul karena disebabkan soal ekonomi. Jadi, kalau memang belum siap, jangan coba-coba untuk nekat menikah.


2. Konon pernikahan bisa membuka seluruh tabir manusia. Kamu harus siap menerima suami dan istrimu dalam setiap kurang pun lebihnya



Sudah siapkah untuk tinggal satu atap dengannya 

“Masih gak bisa bayangin tinggal bersama orang lain, masih belum matang secara finansial dan mental, takut kalo punya bayi.”
Santi, 21, Malang
Sudah menjalin hubungan bertahun-tahun, dan terbiasa menjalani hari-hari bersamanya bukan berarti kamu pasti sudah siap untuk hidup bersama pasanganmu seumur hidup. Kalaupun kamu dan dia sudah merasa saling cocok satu sama lain, jangan cepat ambil kesimpulan bahwa kamu sudah siap lahir batin untuk tinggal satu atap dengannya.
Kamu perlu menyiapkan mentalmu untuk hal seperti ini. Siapkah kamu menemukan gadis yang selama ini tampil sempurna dengan alis yang selalu paripurna mendengkur di sisimu? Cukup sabarkah kamu menerima kebiasaan suamimu yang ternyata suka membawa makanan ke atas tempat tidur dan membuat sprei yang baru kamu ganti kembali terkotori?
Saat berumah tangga nanti, hal-hal kecil macam ini bisa meletup jadi masalah. Jika kamu tak benar-benar mempersiapkan mental dewasamu untuk menghadapinya, rumah tanggamu bisa berantakan hanya karena kamu tak bisa menerima masalah-masalah kecil. Siapkan dulu mentalmu, apakah kamu sudah cukup yakin hidup bersama dia sebagai suami istri nanti. Sebelum saling memperbaiki diri dan menyiapkan mental, jangan terburu-buru mengikat janji.


3. Pernikahan bukan cuma soal dua kepala. Berani menikah berarti sudah cukup dewasa untuk berlaku adil bagi kedua belah keluarga



Sanggupkah kamu membagi prioritasmu? 

“Masih ingin bisa membahagiakan ayah-ibu tercinta . Bukan berarti setelah menikah sudah gak bisa bahagiain mereka lagi lho yaa.. tapi tentu saja gak bisa semaksimal kalo masih single gini. Kalau udah nikah kan prioritasnya jadi ke suami dan keluarga.”
Cuwit, 20, Mojokerto

Menikah tidak sesederhana ekuasi 1+1= 2 . Selepas menikah akan ada beban yang lebih berat tersandang di atas pundakmu. Tak hanya punya kewajiban sebagai suami atau istri, kamu pun punya kewajiban baru sebagai anak dan menantu. Pertanyannya, sudahkah kamu siap membagi ruang dalam kepalamu untuk tanggung jawab sebanyak itu?
Kamu tak akan lagi bisa seenaknya pulang malam karena ingin nongkrong dengan teman, sebab di petang yang sama ibu mertuamu butuh bantuan mempersiapkan arisan. Saat rasa ingin menyendiri datang kamu pun tak lagi bisa dengan ringan ambil kunci mobil untuk random jalan-jalan — ada kebutuhan pasangan yang harus kamu siapkan.
Jika sampai hari ini prioritasmu masih berpusat pada diri sendiri, keinginan menikahmu perlu dipikirkan lagi baik-baik. Cinta saja tak pernah cukup untuk membuat sebuah pernikahan berjalan langgen. iperlukan kerendahan hati yang amat sangat untuk mampu tak lagi hanya mementingkan diri sendiri.


4. Menikah memang tidak membatasi langkahmu mewujudkan mimpi-mimpi. Hanya saja kamu harus siap bekerja lebih keras lagi


Kamu harus siap jika harus memndam mimpimu 

“Masih ingin bebas, mengejar mimpi, cita-cita, yang mungkin bakal sulit untuk kesampaian kalo sudah menikah.”
Shasa, 20, Yogyakarta
Menikah memang bukan harga mati bagimu yang masih ingin memperjuangkan mimpi. Buktinya banyak orang yang masih bisa mewujudkan impian besarnya walau sudah berumah tangga. Kehadiran pasangan justru bisa jadi tambahan semangat dan pengingat handal saat rasa malas melanda.
Tapi seperti seorang nahkoda kapal yang harus mempertimbangkan banyak hal dalam setiap pelayaran, kini otakmu tidak bisa lagi berjalan hanya dalam satu koridor saja, Banyak hal yang harus kamu pertimbangkan dalam berbagai keputusan. Keinginan suami dan istrimu juga harus masuk dalam ekuasi sebelum sebuah keputusan keluar.


5. Menikah memang tak akan mengekangmu, tapi sudah siapkah dirimu untuk merasa tak lagi bisa sebebas dulu?


Siapkah untuk tak sebebsa dulu lagi? 
“Disamping mental dan tingkah masih kaya bocah, aku juga belom siap untuk hidup terkekang. Aku masih mau travelling, senang – senang.”
Diana, 20, Yogyakarta
Menikah memang bukan bertujuan untuk mengekang kebebasanmu. Tapi saat sudah menikah nanti, sudah pasti kebebasan dirimu sendiri sudah akan semakin berkurang. Sebelum kamu membulatkan tekad untuk menikah, gak ada salahnya kamu memuaskan segala keinginanmu terlebih dahulu.
Berpuas-puaslah dengan dirimu sendiri sebelum kamu harus mengikat dirimu dengan pasanganmu nanti. Jangan sampai saat kamu sudah menikah nanti merasa iri hati pada teman-temanmu yang masih bisa bebas berkelana dan bersenang-senang dengan dirinya sendiri.
Tanyakan pada dirimu sendiri, sudah siapkah dirimu untuk menahan keinginanmu pribadimu demi keluarga kecilmu nanti? Jika kamu masih terlalu berat untuk menjawab iya, kamu tak perlu memaksakan diri untuk menikah.


6. Keyakinan dan kemantapan juga harus kamu persiapkan. Apakah kamu yakin dialah orang yang tepat mendampingimu melewati semua episode kehidupan?


Sudah yakinkah kamu dengan dia?

“Biasanya sih karena belum yakin sama pasangan, takut seperti yang orang-orang bilang, setelah menikah sikap pasangan bisa berubah.”
Dewi, 24, Surabaya
Sudah cukup mantapkah kamu dengan pilihanmu saat ini? Apakah kamu sudah yakin bahwa pasanganmu saat ini adalah orang yang terbaik untuk kamu jadikan pasangan hidupmu kelak? Pacaran lama bukan jaminan kalau dia pasti akan jadi pasangan hidup yang layak untukmu. Nggak salah kok jika kamu masih menyisakan keraguan padanya, dengan begitu kamu bisa lebih banyak mencari tahu dan memahami pasanganmu itu.
Untuk memahami bagaimana pasanganmu, kamu memang tak harus berlama-lama berpacaran, bahkan tanpa proses pacaran pun kamu bisa saja langsung menikah dengannya, asalkan kamu benar-benar mantap dan yakin bahwa dia adalah orang yang layak untukmu. Pastikan dia adalah orang yang baik, bertanggung jawab dan bisa bekerjasama mengarungi bahtera rumah tangga bersamamu nanti.
Jangan terburu-buru menikah hanya karena kamu memang sudah punya pacar. Jangan juga terburu-buru yakin menikah dengan orang yang melamarmu hanya karena kamu merasa mumpung ada yang mau melamarmu. Tapi yakinlah untuk menikah saat kamu sudah menemukan orang yang tepat untuk menjadi suami atau istrimu.



7.  Pernikahan tak ubahnya teater yang membuatmu harus lihai bermain peran. Kamu harus siap menghadapi segala kemungkinan


Siapkah dengan peran barumu? 
“Menjadi istri dan punya anak. Alasannya masih belum bisa membayangkan betapa repotnya harus menyiapkan segala hal untuk orang seisi rumah (suami dan anak). Harus ngurus anak-anak, terutama saat masih kecil. ribeeeet.”
Tiwi, 26, Solo
Menikah berarti juga harus siap untuk menyandang peran baru, sebagai suami, ayah, istri, ibu dan bahkan menantu. Siapkah dirimu dengan peran baru yang akan kamu lakoni nanti setelah naik pelaminan? Peran barumu nanti tak main-main, tanggung jawab, konsekuensi, dan komitmen harus siap kamu hadapi.
Kamu suka dengan anak kecil bukan berarti kamu siap jadi ayah atau ibu. Tujuan menikah bukan hanya karena ingin segera menimang momongan saja, tapi kamu juga harus siap mental menjadi orangtua yang mampu menjaga, merawat, serta mendidik anakmu dengan setulus hatimu.


8.  Ikatan pernikahan tidak sepaket dengan kata putus saat dilanda masalah dan kebosanan. Sudahkah kamu siap jika harus sekuat tenaga mempertahankan hubungan?



Siapkah untuk terus melangkah maju?

“Karena menikah tidak seperti pacaran yang sebentar bisa berantem, diem-dieman, kalau udah eneg bilang putus, terus bisa cari yang lain. Ada ketakutan tidak bisa mengontrol emosi.”
Loly, 21, Pekanbaru
Seperti apa yang dikatakan oleh pembaca di atas. Menikah sudah tentu sangat jauh berbeda dengan saat masih pacaran. Saat pacaran kamu masih punya kebebasan untuk mundur, tapi itu tidak bisa saat kamu menikah nanti.
Ketika kamu menikah, mau tak mau kamu harus jadi orang yang dewasa dalam bertindak. Kamu harus punya kesabaran dan kemampuan untuk mengontrol emosimu. Kamu tak lagi bisa tiba-tiba minta bercerai hanya karena masalah kecil sedang menimpa rumah tanggamu. Kamu tak bisa seenaknya saja mengumbar permasalahan rumah tanggamu ke media sosial saat emosimu sedang memuncak.
Jika kamu memang belum bisa bersikap dewasa, perbaikilah dulu sikapmu sebelum akhirnya kamu menikah. Belajarlah semampumu untuk bisa menahan dan mengontrol emosimu, karena kedewasaanmulah yang bisa menguatkanmu untuk menjalani mahligai pernikahan.


9. Sebelum memutuskan melangkah ke pelaminan pastikan dulu kamu sudah benar-benar selesai dengan diri sendiri. Siapkan dirimu dengan cara memantaskan diri



Sudahkah dirimu memantaskan diri?

“Belum bisa ngurus diri sendiri. Kalo lagi sibuk sama kuliah dan tugas, makan aja suka lupa. Cari makan kalo udah laper banget. Nyuci baju apalagi, bisa 2 minggu sekali. Hahahah. Gimana mau ngurus suami kalo diri sendiri aja masih berantakan.”
Widas, 23, Depok
Sebagai seorang pasangan suami istri, kamu dan pasanganmu memang punya banyak tuntutan untuk bisa saling melengkapi saat berumah tangga nanti. Kamu tak lagi hanya peduli pada dirimu sendiri, tapi kamu juga harus peduli dengan pasangan dan rumah tanggamu.
Mungkin finansialmu sudah siap, mentalmu pun juga sudah yakin untuk menjalani pernikahan. Tapi apakah kamu sudah cukup pantas untuk menjadi suami atau istri orang? Siapkah dirimu untuk menjadi ibu rumah tangga yang harus dituntut bangun pagi menyiapkan segala kebutuhan suamimu? Siapkah dirimu untuk jadi suami yang mau membantu istrimu saat sedang kerepotan mengurus rumah tangga?
Sebelum kamu merasa cukup pantas untuk jadi seorang suami atau istri, pastikan kamu sudah cukup mampu untuk menata dan memantaskan dirimu. kamu tak perlu terburu-buru mengikat janji pernikahan jika kamu memang belum siap.


10.  Menikah akan menyadarkanmu bahwa hidup kini tak lagi hanya tentang diri sendiri. Cukup besarkah hatimu untuk terus memberi dan berbagi?



siapkah melepas apa yang sudah kamu capai?

 “Gue belum rela ninggalin pekerjaan. Gue lagi semangat dan seneng banget sama karir yang gue jalani sekarang. Tapi pekerjaan ini gak mungkin bisa gue lakuin saat udah berkeluarga nanti. Udah jelas gak bakal diijinin suami kalau gue kerjanya sampe malem-malem terus begini.”
Tyas, 24, Jakarta
Ada hal-hal yang harus rela kamu tanggalkan saat kamu memutuskan untuk menikah nanti. Salah satunya seperti kasus yang dialami oleh pembaca di atas. Ketika kamu benar-benar sedang mencintai pekerjaanmu, terlebih jika itu adalah karir impianmu, kamu tak akan bisa mudah melepaskannya begitu saja. Butuh kesiapan yang tak main-main untuk rela menanggalkan semua yang sudah kamu raih selama ini.
Jika kamu masih merasa ingin melakukan banyak pencapaian dalam karirmu, kamu tak perlu khawatir dan terburu-buru untuk memutuskan menikah. Gelutilah dulu apa yang sudah menjadi impianmu. Tuntaskan dulu segala hasrat dan rasa ingin tahumu.
Tidak ada yang salah dengan menjadi seseorang yang memilih fokus pada sisi lain kehidupan selain perasaan. Kamu berhak untuk menikmati beragam sisi menyenangkan yang kehidupan ini tawarkan.


Tak ada yang salah dengan menunda atau menyegerakan sebuah pernikahan. Pada akhirnya pernikahan bukan tentang seberapa cepat kamu menemukan pasangan, melainkan seberapa tangguh kah kalian menghadapi segala cobaan yang mungkin muncul di masa depan.
Jadi gimana, sudah seberapa jauhkah dirimu mengambil ancang-ancang? Benar-benar sudah siapkah kamu menghadi gerbang pernikahan?


(Copy_right_from_Google_web)